Widget by KaraokeBatak

TINJAUAN PUSTAKA BAHAN ORGANIK

Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). 

Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garamgaram (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2001). 

Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). 

Kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain (fisik dan atau kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated 6 urea) yang terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990).

Kehilangan unsur hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek pertanian di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa dibarengi dengan pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai. Termasuk dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal. Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman. 

Menurut Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994): 
  1. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. 
  2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. 
  3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. 
  4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.
  5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah
  6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah 
  7. Meningkatkan suhu tanah 
  8. Mensuplai energi bagi organisme tanah 
  9. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman. 
    Selain memiliki dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat dari penggunaan bahan organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatnya logam berat yang dapat diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas, kontaminasi dengan senyawa organik seperti poli khlorat bifenil, fenol, hidrocarburate polisiklik aromatic, dan asam-asam organik (propionic dan butirik) (de Haan, 1981 dalam Aguilar et al., 1997) 

      Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Miller et al. (1985) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan hara. 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu 
  1. sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia, 
  2. tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan, dan 
  3. faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur. 
      Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein. Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah (Brady, 1990). 
 
Young (1989) menyatakan bahwa untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 8 – 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya. Hairah et al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik: 
  1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5 ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan. 
  2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya transportasi yang besar.  
  3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang ditanam selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar. 
     Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari famili leguminosae dapat memberikan masukan bahan organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 – 5.9 ton per ha untuk yang berumur 6 bulan. Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990). 
 
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Delgado dan Follet, 2002). Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman. 
 
      Hasil penelitian Duong et al. (2006) yang memberikan kompos berupa jerami pada tanaman padi sudah memberikan pengaruh setelah 30 hari diaplikasikan. Selain itu, juga ditemukan dampak positif lain seperti meningkatkan ketersediaan makro dan mikronutrien bagi tanaman (Aguilar et al., 1997) Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacammacam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan 10 dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. 
 
       Menurut Brady (1990), gula, protein sederhana adalah bahan yang mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi. Secara urutan, kemudahan bahan yang untuk terdekomposisi adalah sebagai berikut: 
  1. Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi 
  2. Protein kasar 
  3. Hemiselulosa 
  4. Selulosa 
  5. Lemak 
  6. Lignin, 
  7. lemak, waks, dll sangat lambat terdekomposisi Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar hara. 
         Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh karena itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi proses pengomposan. Selama proses dekomposisi bahan organik, terjadi immobilisasi dan mobilisasi (mineralisasi) unsur hara. Immobilisasi adalah perubahan unsur hara dari bentuk anorganik menjadi bentuk organik yaitu terinkorporasi dalam biomassa organisme dekomposer. Sedangkan mineralisasi terjadi sebaliknya. Kedua kegiatan ini tergantung pada proporsi kadar hara dalam bahan organik. Immobilisasi nitrogen secara netto terjadi bila nisbah antara C dan N bahan organik lebih dari 30, sedangkan mineralisasi netto terjadi bila nisbahnya kurang dari 20. Jika nisbahnya antara 20 hingga 30 maka terjadi kesetimbangan antara mineralisasi dan immobilisasi. Immobilisasi dan mineralisasi tidak hanya terjadi pada unsur nitrogen, tapi juga terjadi pada unsur lain. Pada saat terjadi immobilisasi tanaman akan sulit menyerap hara karena terjadi persaingan dengan dekomposer. Oleh karena itu, pemberian pemberian bahan organik perlu 11 memperhitungkan kandungan hara dalam bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki nisbah C dan N yang tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu dikomposkan terlebih dahulu. Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi alami dari bahan organik oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen (aerob). Hasil pengomposan berupa kompos memiliki muatan negatif, dapat dikoagulasikan oleh kation-kation dan partikel tanah untuk membentuk agregat tanah. Dengan demikian, penambahan kompos dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akan memperbaiki pula aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah (Gaur, 1981) Pengomposan dapat didefinisikan sebagai dekomposisi biologi dari bahan organik sampah di bawah kondisi-kondisi terkontrol. 
 
       

0 komentar:

Posting Komentar

Search

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Riezwan hanafi

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger